Senin, 17 Oktober 2022

Kakek Jagung dan Ouyen: Part 2

Aku terbangun ketika merasakan gemuruh dalam perutku. Mataku mengerjap menyadari bahwa kini aku berada di rumah manusia. Mataku memindai, tubuhku kini telah bersih dari darah dan dilapisi perban. Rasanya hangat, karena aku berada di depan perapian dan diselubungi selimut. kupendarkan mataku dan melihat mangkuk makanan di depanku yang langsung saja kusambar karena aku sangat kelaparan. Tuhan, terimakasih telah membiarkanku hidup untuk kali ini. Hingga hampir tandas makanan di dalam mangkukku, aku mendengar langkah kaki yang sepertinya mendekat ke arahku. Ternyata ia adalah seorang manusia, aku meningkatkan kewaspadaan, aku menggeram dan menegakkan bulu dan ekorku. Namun manusia itu tetap mendekat ke arahku.

“Bagaimana kau bisa terluka?” tangannya hendak mengelus kepalaku namun aku kembali menggeram membuat ia mengurungkan niatnnya.

“Kau bisa tinggal disini dan kau bisa memanggilku Kakek Jagung.” Setelah menagatakan itu ia pun pergi meninggalkanku entah pergi kemana—mungkin ke kamarnya. Selepas kepergian manusia itu—Kakek Jagung maksudku, aku kembali sendiri. Disini sangat sepi, rasanya hangat, nyaman dan aman, pun aku merasa Kakek Jagung tidaklah jahat, namun aku harus tetap waspada mengingat ia juga manusia. Kenyamanan ini membuat mataku lelah dan akhirnya terpejam.

Pagi hari ketika aku bangun keadaan rumah masih sepi, aku pun tak melihat Kakek Jagung sejauh mataku memandang. Perutku bergemuruh lapar, kuputuskan untuk keluar dan mencari makan. Kakiku membawaku pada halaman belakang rumah. Halaman belakang itu luas sekali dengan hamparan pohon jagung yang telah siap panen—pemandangan yang indah.  

Aku pun terduduk di teras belakang ini. Menikmati semilir angin yang berhembus beserta hamparan indah pohon jagung yang mennyegarkan mata. Kemudian aku menyadari bahwa Kakek Jagung berada di sela-sela sekitar pohon jagung tersebut, mungkin ia akan memanen jagung-jagungnya. Dia terlihat bersemangat sekali mencabuti jagung yang sudah masak dan menyiangi daun-daun keringnya. Sesekali ia mengelap keringat yang mengucur pada pelipisnya dan kemudian melanjutkan kembali pekerjaannya. Beberapa saat kemudian, keranjang telah terisi penuh oleh jagung, Kakek Jagung berhenti sejenak, menatap senang hasil kerja kerasnya. Kemudian matanya berkelana ke sekitarnya dan membawa pandangannya padaku—terlihat tulus sekali.

“Oh, halo!” Kakek Jagung menyapaku dengan keranjang jagung di gendongannya. Dia menurunkan keranjangnya di lumbung bawah rumah, dan kemudian duduk di dekatku. Tangannya terulur ingin menyentuhku, aku membiarkannya menyentuhku walau aku masih merasa tidak nyaman.

“Apa lukamu sudah baik?” Ia membawa tangannya mengelus lukaku dengan lembut. “Sepertinya, ini sudah agak baik.” Tangannya berhenti mengelusku dan kini ia memerhatikanku lamat. “Sebenarnya kau ini darimana? tidak banyak kucing berkeliaran di daerah ini. Dan mengapa kau muncul dengan penuh luka?” Kakek Jagung bergumam.

“Apa kau berasal dari kota?” lanjutnya. “Melihat bulumu yang halus, sepertinya kau sangat dirawat dengan sangat baik.” Tangannya kembali mengelus tubuhku. Sedikit demi sedikit aku menikmati sentuhannya—Lembut sekali sampai aku merasakan kenyamanan yang membawaku terhanyut pada alam mimpi. Sayup-sayup aku mendengar suara Kakek Jagung sebelum aku jatuh tertidur.

“Bolehkah aku memanggilmu Ouyen?” ujar Kakek Jagung.

Ouyen—tidak buruk, kurasa aku menyukainya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

How to Find Love by your MBTI

MBTI (Myers-Briggs Type Indicator) is a tool to identify a person's personality type. It can help you understand yourself and others be...