Rabu, 26 Oktober 2022

Kakek Jagung dan Ouyen: Part 3


Waktu terus berlalu, tak terasa aku telah tinggal selama enam bulan bersama Kakek Jagung. Dari sepengetahuanku selama tinggal disini, Kakek Jagung tinggal sendirian di rumah ini. Istrinya telah meninggal dan anak-anaknya meninggalkannya sendiri di desa ini untuk pergi merantau ke kota, hingga saat ini anak-anak Kakek Jagung belum pernah mengunjunginya kembali. Ada saat-saat dimana aku melihat kesenduan dibalik mata Kakek Jagung. Pernah suatu malam aku melihatnya duduk di depan perapian sambil memandangi foto usang keluarganya—ia sangat merindukan keluarganya, lalu aku mendekatinya dan mendusalkan kepalaku pada kakinya. Kakek Jagung tersenyum kepadaku dan membawaku naik kedalam pangkuannya. Aku bergelung dalam rengkuhannya. Kuharap hal ini dapat memberitahu bahwa aku akan selalu ada disisinya. Aku pernah merasakan hal yang sama seperti Kakek Jagung. Dulu aku dirawat oleh keluarga kaya, dirawat dengan sangat baik. Namun, aku selalu ditempatkan dalam kandang kurungan. Aku kesepian, hidupku berkecukupan, namun rasanya hampa. Hingga suatu saat, aku mulai dicampakkan, rupanya mereka telah memiliki yang baru. Mereka tak lagi memerhatikanku, hingga puncaknya aku dibuang. Yah, aku dibuang, di pinggir jalan yang sepi, dalam keadaan perut tak terisi. Rupanya seperti itulah sifat manusia, saat ada kemauan mereka ‘berjalan’ saat sudah terpenuhi mereka meninggalkan. Itulah awal sebab mengapa aku membenci manusia. Lalu, berhari-hari berkelana tanpa arah dan tujuan, aku bertemu banyak manusia. Mereka menendangku, mendorong, mengejarku tanpa belas kasihan. Hal itu membuat rasa kebencianku pada mereka mengalir deras dalam darah. Sampai aku ditemukan oleh Kakek Jagung, ia menolongku, memberiku makan, melimpahkanku kasih sayang. Hingga aku berpikir bahwa hanya Kakek Jagunglah satu-satunya manusia baik di bumi ini.

Seperti biasa, aku menunggu Kakek Jagung di teras belakang rumah. Kini, Kakek Jagung tengah menyortir jagungnya untuk dijual ke kota.Ya, selain menanam jagungnya sendiri, Kakek Jagung juga menjualnya ke kota. Namun, beliau tidak setiap saat ke kota, biasanya ada orang dari kota yang mengambilnya pada Kakek Jagung.

Kakek Jagung sangat fokus pada pekerjaannya, “Meeeeoooouuunggg.” Aku mencoba menarik perhatian Kakek Jagung. Kurasa hal itu berhasil, karena kini Kakek Jagung menatapku dengan tersenyum.

“Alo, Ouyen. Apa kau lapar?” ucap Kakek Jagung yang kini tengah berjongkok di depanku.

“Meooouuuw.” Kakek Jagung terkekeh. “Kurasa kau lapar. Ayo, kita siapkan makananmu.” Kemudian Kakek Jagung beranjak ke dapur dengan aku yang mengikutinya dari belakang. Kakek Jagung meletakkan sepiring ikan yang sudah dihancurkan ke hadapanku yang dengan senang hati kusantap. Selama aku makan, Kakek Jagung terus menatapku dengan tersenyum. Aku tak mengerti apa yang membuatnya tersenyum seperti itu, padahal ia hanya melihatku makan.

“Habiskan makananmu.” ucap Kakek Jagung, lalu Kakek Jagung beranjak pergi dari hadapanku dan kemudian mendudukkan dirinya di kursi goyang ruang keluarga. Aku menatap Kakek Jagung dari sini. Kakek Jagung terlihat lelah, wajahnya tidak secerah biasanya. Pandangan Kakek Jagung terus mengarah keluar, menerawang menembus batas cakrawala. Sorot matanya sarat akan kerinduan yang mendalam. Ditemani semilir angin, ia berharap angin dapat menyampaikan kerinduannya pada anak dan istrinya yang jauh disana.

Setelah menyelesaikan makananku, aku beranjak untuk menghampiri Kakek Jagung—sekedar menemaninya. Kini Kakek Jagung tengah memejamkan matanya, kurasa ia juga tertidur. Aku pun bergelung di bawah kaki Kakek Jagung, turut menikmati semilir angin, aku merasa damai.

***

Hari ini ada yang berbeda. Pagi-pagi sekali rumah Kakek Jagung jadi lebih ramai. Banyak orang sibuk berlalu-lalang, masuk dan keluar dari rumah Kakek Jagung. Di depan rumah juga terdapat mobil-mobil pengangkut yang sepertinya berasal dari kota. Pun, ada yang berbeda dari penampilan Kakek Jagung. Jika bisanya ia hanya mengenakan kaus dan celana lusuh yang biasa digunakan untuk mengurus kebun jagungnya, kini Kakek Jagung mengenakan jas dan celana bahan yang begitu rapih, tak ketinggalan Kakek Jagung juga mengenakan topi dan kacamata.

Kakek Jagung pun tak kalah sibuknya dengan orang-orang itu. Ia sibuk masuk dan keluar rumah dan berbicara kepada orang-orang itu. Aku yang tak mengerti hanya bisa mengikuti Kakek Jagung dari belakang. Mengerti kebingunganku, Kakek Jagung menghentikan langkahnya dan kini berjongkok di depanku.

“Ouyen, hari ini aku akan pergi ke kota.” ucap Kakek Jagung. “Aku akan pergi ke kota untuk mengurus kepindahan kita di sana, Ouyen.” aku cukup terkejut mendengar apa yang dikatakan Kakek Jagung.

“Aku juga akan menjual kebun jagungku pada orang kota itu, dan uangnya akan digunakan untuk hidup kita selama di kota nanti, Ouyen.”

Kota. Kenapa harus kembali lagi ke tempat itu. Aku sungguh tak menyukai tempat itu. Tempat dimana terdapat makhluk terkejam di dunia, manusia jahat dan serakah. Aku benar-benar tak menyukainya. Tapi, Kakek Jagung akan pindah kesana yang berarti aku juga harus ikut. Sepertinya, suka tidak suka aku harus ikut. Aku harus melindungi Kakek Jagung dari manusia-manusia jahat di kota.

“Hari ini, aku akan pulang terlambat. Banyak yang harus dikerjakan disana. Mungkin senja nanti aaku baru pulang.” Kakek jagung mengelusku sebentar dan kemudian beranjak pergi. Namun belum ada tiga langkah, ia kembali berbalik kepadaku dan memelukku.

“Jaga dirimu baik-baik, Ouyen.” Setelah semenit Kakek Jagung memelukku, ia melepaskan pelukannya. Kakek Jagung kini melangkahkan kakinya, dan masuk ke dalam mobil. Sebelum pergi Kakek Jagung sempat melambaikan tangannya kepadaku.

“Selamat tinggal, Ouyen. Sampai jumpa.”


Bersambung

1 komentar:

How to Find Love by your MBTI

MBTI (Myers-Briggs Type Indicator) is a tool to identify a person's personality type. It can help you understand yourself and others be...